Postingan

Menampilkan postingan dari 2019

Teori Perubahan Perilaku

Gambar
Hal yang penting dalam perilaku kesehatan adalah masalah pembentukan dan perubahan perilaku. Karena perubahan perilaku merupakan tujuan dari pendidikan atau penyuluhan kesehatan sebagai penunjang program-program kesehatan lainnya. Berikut beberapa teori tentang perubahan perilaku: 1.3.1.    Teori Stimulus Organisme (SOR) Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung pada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme. Artinya, kualitas dari sumber komunikasi ( sources ) misalnya kredibilitas kepemimpinan, dan gaya berbicara sangat menentukan keberhasilan perubahan perilaku seseorang, kelompok, atau masyarakat. Hosland, et al (1953) mengatakan bahwa perubahan perilaku pada hakikatnya adalah sama dengan proses belajar. Proses perubahan perilaku tersebut menggambarkan proses belajar pada individu yang terdiri dari: a)       Stimulus (rangsang) yang diberikan kepada organisme dapat diterima atau ditolak. Apabila stimul

HUBUNGAN ANTARA POLA MAKAN TERHADAP STATUS STUNTING PAD A BALITA

HUBUNGAN ANTARA POLA MAKAN TERHADAP STATUS STUNTING PAD A BALITA Poppy Mila Fadriani 1) , Zaza Yunda Putri 2) 1 Mahasiswi Preklinik Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala 2 Mahasiswi Preklinik Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala Jl. Teuku Nyak Arief, Kopelma Darussalam, Kecamatan Syiah Kuala, Kota Banda Aceh, Aceh 23111 Email : poppymilafadriani@gmail.com 1 , zyundaputri@gmail.com 2 Stunting pada balita merupakan salah satu permasalahan gizi secara global. Berdasarkan data profil kesehatan Indonesia tahun 2012, tiga angka prevalensi stunting tertinggi di ASEAN adalah Laos (48%), Kamboja (40%), dan Indonesia (36%). 1 Stunting adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) dengan ambang batas (Z-score) ≤ 2 Standar Deviasi (SD). 1 Stunting pada usia dini meningkatkan angka kematian bayi dan anak, menyebabkan penderita mudah sakit dan memiliki postur tubuh tidak maksima

Dampak Oral Bad Habit

Gambar
Dampak Oral Bad Habit A.     Akibat Thumb/Finger Sucking 1 Beberapa masalah yang dapat timbul akibat kebiasaan mengisap ibu jari, seperti : a)         Jari abnormal, dengan pengisapan yang terus menerus terjadi hiperekstensi jari, terbentuk callus, iritasi, eksema, dan paronikia (jamur kuku). b)         Efek psikologis pada anak akan menimbulkan menurunnya kepercayaan diri anak karena anak sering diejek oleh saudara atau orangtuanya. c)         Keracunan tidak disengaja, anak yang mengisap ibu jari terpapar tinggi terhadap keracunan yang tidak disengaja, misalnya keracunan Pb. d)        Resiko infeksi saluran cerna meningkat. e)         Masalah gigi, bila kebiasaan ini bertahan sampai umur 4 tahun maka akan menyebabkan maloklusi gigi susu dan permanen, juga dapat menyebabkan masalah pada tulang-tulang di sekitar mulut. Resiko tinggi ditemukan pada anak yang mengisap ibu jari pada waktu siang dan malam. Kebiasaan mengisap jari atau benda-benda lain dalam waktu yang

Patofisiologi Nyeri Orofasial

Gambar
Nyeri orofasial sebagaimana jenis-jenis nyeri lainnya, merupakan akibat dari terjadinya kerusakan jaringan yang mengaktifkan nosiseptor yang selanjutnya mengirimkan sinyal adanya kerusakan jaringan ke otak. Namun, karena kompleksnya sistem inervasi di kepala, wajah, serta struktur oral, diagnosis nyeri orofasial terkadang sangat sulit ditegakkan. Oleh karena itu, pemahaman yang menyeluruh mengenai mekanisme nyeri orofasial diharapkan akan lebih memudahkan dokter gigi dalam mendiagnosis nyeri orofasial. Nyeri intra oral maupun ekstra oral yang berasal dari struktur di kepala dan leher merupakan nyeri yang “difasilitasi” oleh nervus trigeminus melalui “sistem trigeminus” yang terdiri dari serabut syaraf transmisi, interneuron, serat koneksi sinaptik yang memproses informasi yang masuk dari ketiga divisi nervus trigeminus. Penting untuk diingat bahwa nervus trigeminus merupakan nervus yang terdiri dari serabut sensorik serta motorik. Serabut sensorik menginervasi bagian anterior wajah,

PENYAKIT HIPERTENSI

Etiologi Hipertensi Sekitar 90% pasien tidak memiliki penyebab yang dapat diidentifikasi untuk penyakit mereka, yang disebut sebagai hipertensi primer (esensial). Dalam sisa 10% pasien, penyebab atau kondisi yang mendasari dapat diidentifikasi; untuk pasien ini, istilah hipertensi sekunder diterapkan. Kotak 3.1 adalah daftar penyebab hipertensi sekunder yang paling dapat diidentifikasi. Faktor gaya hidup (obesitas, konsumsi alkohol berlebihan, diet natrium yang berlebihan dan aktivitas fisik) berkontribusi signifikan terhadap keberadaan, keparahan dan perkembangan hipertensi. Penyebab Hipertensi yang Dapat Diidentifikasi • Penyakit ginjal kronis (mis., Nefropati diabetik) • Terapi steroid kronis dan sindrom Cushing • Koarktasio aorta • Obat yang diinduksi atau terkait obat • Pheochromocytoma • Hiperaldosteronisme primer • Penyakit renovaskular • Sleep apnea • Penyakit tiroid atau paratiroid Data from the National Heart, Lung, and Blood Institute:   The s