Patofisiologi Nyeri Orofasial
Nyeri
orofasial sebagaimana jenis-jenis nyeri lainnya, merupakan akibat dari
terjadinya kerusakan jaringan yang mengaktifkan nosiseptor yang selanjutnya
mengirimkan sinyal adanya kerusakan jaringan ke otak. Namun, karena kompleksnya
sistem inervasi di kepala, wajah, serta struktur oral, diagnosis nyeri
orofasial terkadang sangat sulit ditegakkan. Oleh karena itu, pemahaman yang
menyeluruh mengenai mekanisme nyeri orofasial diharapkan akan lebih memudahkan
dokter gigi dalam mendiagnosis nyeri orofasial.
Nyeri
intra oral maupun ekstra oral yang berasal dari struktur di kepala dan leher
merupakan nyeri yang “difasilitasi” oleh nervus trigeminus melalui “sistem
trigeminus” yang terdiri dari serabut syaraf transmisi, interneuron, serat
koneksi sinaptik yang memproses informasi yang masuk dari ketiga divisi nervus
trigeminus. Penting untuk diingat bahwa nervus trigeminus merupakan nervus yang
terdiri dari serabut sensorik serta motorik. Serabut sensorik menginervasi
bagian anterior wajah, gigi, membran mukosa dari kavitas oral dan nasal,
konjungtiva, duramater pada otak, dan pembuluh darah ekstra maupun intra
kranial, sedangkan serabut motorik menyuplai otot-otot mastikasi. Informasi
sensorik yang berasal dari wajah dan mulut (kecuali propriosepsi) dibawa oleh
serabut aferen primer melalui ganglion trigeminus untuk selanjutnya bersinaps
dengan second order neurons pada trigeminal brain stem complex.
Gambar
1.1. Mekanisme penghantaran nyeri pada sistem trigeminus.
Patofi siologi nyeri gigi dimulai
apabila terdapat stimulus (baik mekanis, panas, atau kimiawi) yang mengenai
gigi akan menstimulasi mekanoreseptor melalui aliran cairan di dalam tubulus
dentin yang mengalir dengan kecepatan 2–4 mm/detik. Stimulasi pada
mekanoresptor selanjutnya akan menginisiasi impuls neurologis pada pleksus
subodontoblastik Raschkov dan pleksus interodontoblastik Bradlow di dalam
pulpa, yang akan dipersepsikan sebagai nyeri. Stimulus nyeri selanjutnya akan
dibawa dan dipersepsikan di otak melalui proses persepsi nyeri. Pada proses
persepsi nyeri, stimulus nyeri akan dibawa melalui percabangan nervus
trigeminus, baik nervus opthalmicus, nervus maksilaris, atau nervus
mandibularis. Selanjunya, stimulus akan masuk ke dalam ganglion trigeminus.
Selanjutnya,
stimulus noksius akan diteruskan ke kaudal subnukleus dan apabila stimulus
noksius tergolong ke dalam kategori panas atau cubitan maka stimulus noksius
akan diteruskan oleh diteruskan ke otak melalui syaraf Nociceptive Specifi c
(NS), sedangkan apabila stimulus tergolong ke dalam stimulus taktil maka
stimulus akan diteruskan melalui syaraf Wide Dynamic Range (WDR), yang keduanya
sama-sama terdapat di dalam kaudal subnukleus. Baik NS maupun WDR tergolong ke
dalam second order neurons. Selanjutnya, stimulus akan memasuki thalamus yang
difasilitasi oleh third order neurons dan akan melalui serangkaian proses yang
melibatkan sistem limbik, hipotalamus, serta region kortikal otak.8 Pada tahap
ini nyeri akan dipersepsikan. Mekanisme persepsi nyeri di otak akan dijelaskan
pada bagian selanjutnya.
Mekanisme Persepsi Nyeri
Pada
dasarnya, proses persepsi dari nyeri melalui beberapa tahapan, yaitu:
1)
Transduksi:
proses di mana rangsangan noksius diubah menjadi gelombang listrik oleh ujung
serabut sensorik (sensory nerve ending). Terdapat tiga jenis rangsangan yang
dapat mengaktivasi reseptor nyeri, yaitu rangsang mekanis, kimiawi, dan panas.
Apabila terjadi kerusakan jaringan maka mediator-mediator kimia seperti
bradykinin atau prostaglandin akan mengaktivasi nosiseptor.
2)
Konduksi:
tahapan di mana stimulus nosiseptif “dibawa” oleh serabut syaraf dalam bentuk
potensial aksi menuju terminal sentral dari serabut syaraf.
3)
Transmisi:
tahapan di mana stimulus nosiseptif yang telah berubah menjadi gelombang
listrik dibawa melalui synaptic junctions dari satu serabut syaraf ke serabut
syaraf lainnya menuju ke otak untuk diproses.
4)
Modulasi:
Gelombang listrik yang kini telah mencapai sistem syaraf pusat selanjutnya akan
memasuki tahapan modulasi. Pada tahapan ini, otak akan mengubah intensitas
sinyal nosiseptif dan mengurangi pengalaman nyeri.
SUMBER :
Bahrudin
Mochamid. Patofisiologi Nyeri (Pain). 2017: 13(1).
Komentar
Posting Komentar